Bali adalah pulau eksotis nan misterius sejak dulu, keindahan alam dan manusianya bagai sebuah berlian yang terpendam jauh di dalam tanah, menunggu seseorang untuk menemukan dan mempublikasikanya. Bali tetap terasing dari pergaulan dunia luar sampai dengan abad 20 , kultur budaya dan alam bali pada masa itu bisa dianggap masih perawan belum ter eksploitasi seperti sekarang, memang hubungan diplomatik dan dagang sudah terjalin dengan pulau pulau dan kerajaan luar , bahkan penduduk pendatang dari luar bali banyak yang sudah menetap , namun perubahan perubahan bisa dibilang tidak signifikan , wajah pulau bali masih sama seperti halnya pulau bali di abad abad sebelumnya. Pada awal abad 20an itulah pertama kalinya pariwisata modern menyentuh bali dan masyarakatnya, hal ini disebabkan oleh takluknya seluruh kerajaan-kerajaan di bali oleh tentara kolonial belanda pada tahun1920 sehingga pintu masuk menuju bali terbuka lebar.
Pada masa masa awal masuknya pariwisata di bali, turis turis mancanegara di buat takjub oleh keindahan dan keunikan tidak hanya alam tapi juga manusia nya , tidak heran mengingat kebudayaan bali merupakan akulturasi peradaban hindu india dengan budaya bali pra hindu, akulturasi itu kemudian menghasilkan peradaban baru hindu bali yang megah dan unik dengan adanya candi candi, pura, patung ,ukiran yang mana semuanya memiliki nilai seni ditambah kondisi geografis yang dipenuhi hutan hutan asri dan subak/terasering berundak undak, di sertai juga dengan masyarakat pribumi yang memiliki atraksi seni yang tidak ada tandinganya. Maka dari itu bukan hal yang mengejutkan kedepanya bali mampu menarik tidak hanya masyaraat awam tapi juga minat seniman- seniman ,bahkan pemimpin di seluruh dunia sekalipun untuk datang ke tanah dewata untuk melihat langsung pulau yang baru dipromosikan belanda ini, bahkan tidak sedikit dari mereka yang menetap seperti pelukis Le Mayeur dan Antonio Blanco , keduanya bahkan berkeluarga dengan masyarakat lokal.
Pasca kemerdekaan , barulah masyarakat bali menyadari pariwisata adalah suatu hal yang menjanjikan , dan pada masa itulah awal bali mengenal pariwisata komersial yang 'menjual' segala keunikan bali, pada masa pemerintahan presiden soekarnolah hotel berbintang 5 pertama kali dibangun yaitu Grand Inna, namun pada masa orde lama pengelolaan pariwisata masihlah bersifat swadhaya, aset aset masih dipegang per orangan atau desa adat, hal tersebut tentunya seirama dengan konsep 'berdikari' dan 'ekonomi kerakyatan' ala bung besar, jadi pada masa tersebut boleh dibilang perkembangan pariwisata belumlah se masif saat ini.
Barulah pada masa orde baru dengan kecenderungan pemerintah yang dekat dengan amerika dan paham paham kapitalis bali sebagai pulau wisata mulai di keroyok investor, kehadiran investor sebagai pengembang areal pariwisata tentulah memberi dampak positif dari segi fasilitas dan kondisi hidup masyarakat bali yang bermukim di daerah pariwisata, sejalan dengan itu pembukaan lahan dan alih fungsi sawah kian menjadi jadi, tak henti disana , keran globalisasi yang telah terbuka lebar lambat laun mempengaruhi kehidupan dan pola pikir masyarakat bali secara keseluruhan , mulai dari pekerjaan,pendidikan, dll . Modernisasi bali mulai terjadi di berbagai lini, namun tidak seluruh bali mengalami modernisasi, di pelosok pelosok, kehidupan masih tradisional dan bersahaja.
Untuk satu saat pesatnya laju pariwisata dan globalisasi seakan tidak terbendung terutama di daerah tujuan wisata seperti kuta, satu persatu lahan hijau dan sawah beralih fungsi , tidak hanya disana, daerah sekitarnya pun demikian, disisi lain laju pertumbuhan penduduk mulai meningkat, bahkan dengan dikenalkanya KB pun tidak mengurangi pertambahan penduduk, hal ini tentu dikarenakan penduduk luar bali yang mencari kerja di bali sangat membeludak, angan angan tentang mendapat penghasilan layak membuat penduduk pulau luar bali beramai ramai menuju bali, dan masyarakat bali beserta pemerintah daerah seakan kurang siap menerima perubahaan yang benar benar singkat ini, bali yang masih merupakan pulau yang mistis beberapa tahun yang lalu sudah berubah wajahnya menjadi destinasi pariwisata top yang mengundang baik hal positif maupun negatif melebur kedalamnya.Dilain sisi ketidak becusan pemerintah daerah dalam mengelola dan ketidak pedulian pemerintah pusat dalam mengawasi juga menjadi masalah yang berimbas pada carut marutnya tata ruang dan semakin habisnya lahan terbuka hijau di pusat pusat kota,keluguan masyarakat bali dengan mudahnya menjadi sasaran pengusaha cerdik dalam pembelian lahan.
Pada akhirnya di abad ke 21 ini kita hampir tidak bisa melihat bali yang dulu memukau orang luar , bali yang disebut 'morning of the world' oleh Jawaharlal Nehru atau bali yang disebut ' the last paradise on earth' hampir tidak terlihat, pada masa ini kita disuguhi kemacetan, polusi , banjir , dan tindak kriminal, hal hal seperti kemacetan dan banjir seharusnya bisa dihindari jika pemerintah memiliki planning tata ruang dan aturan yang baik sejak awal pembangunan masif di bali, hal seperti polusi udara juga dapat dikurangi bilamana pemerintah bisa merancang areal terbuka hijau sejak dulu, di masa kini dengan harga tanah selangit dan kian susah dibeli, akan sangat susah dalam melakukan pembenahan di bagian infrastruktur seperti pelebaran bahu jalan atau pembangunan lajur busway dll.Akhir - akhir ini bali juga sering dirundung banjir setiap hujan lebat, padahal saya masih ingat beberapa 10 tahun yang lalu masyarakat bali masih bisa berbangga hati karena bali tidak pernah dirundung banjir seperti jakarta ataupun daerah lainya.
Belakangan ini juga sudah sering terdengar keluhan keluhan wisatawan karena berbagai masalah yang ada di bali ini, beberapa wisatawan repeater seringkali berujar bahwa bali sudah tidak sama seperti 20 tahun yang lalu, perubahan ini terlalu cepat, masyarakat bali memang masih bertahan terhadap konsep wisata yang mengandalkan budaya dan keindahan alam, tapi ketika alam mulai rusak bahkan cenderung marah terhadap manusianya sampai kapankah konsep ini bisa bertahan? Masyarakatnya memang masih mencintai budaya dan tradisi leluhurnya yang mana merupakan hal bagus, namun dari segi perilaku masyarakat bali pun sedikit demi sedikit mulai kehilangan keraham tamahanya, belakangan tindak kekerasan antar remaja, desa adat, dan ormas mulai banyak diberitakan. Pemerintah juga seakan tidak peka dengan akar masalah dibali, ditengah alih fungsi lahan, kemacetan, banjir, dan segudang hal yang membuat masyarakat bali gelisah pemerintah justru menggulirkan rencana reklamasi terhadap teluk benoa , yang mana berarti mengubah fungsi teluk benua sebagai muara dan areal konservasi.
Disaat inilah masyarakat bali diuji bisakah mereka mempertahankan tanah warisan leluhur mereka beserta seluruh kearifan lokal nya? atau haruskah menyerah terhadap ketamakan pengusaha/investor yang berkedok kemajuan pariwisata?
Masyarakat bali telah kehilangan lahan mereka di daerah destinasi pariwisata seperti kuta, legian, seminyak , hingga nusa dua. Masyarakat bali kini justru seakan menjadi tamu di daerah daerah tersebut, relakah kita kehilangan daerah lain di bali?